Pertama; Memurnikan Agama Untuk Allah
Memurnikan agama untuk Allah (ikhlas) merupakan pokok agama.
Inilah inti ajaran tauhid yang dibawa oleh para rasul dan menjadi muatan
kitab-kitab.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan agama untuk-Nya, ketahuilah bahwa agama yang
murni adalah milik-Nya.” (QS. az-Zumar: 2-3)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Padahal
mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan
sholat dan menunaikan zakat. Demikian itulah agama yang lurus.” (QS.
al-Bayyinah: 5)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah;
sesungguhnya sholatku, sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah
Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan demikian itu yang
diperintahkan kepada-Ku, dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan
diri.” (QS. al-An’aam: 162-163)
Tauhid ibarat pondasi bagi sebuah bangunan. Siapa saja yang
menginginkan bangunannya kokoh menjulang maka hendaknya dia mengokohkan
pondasinya. Asas yang menjadi landasan agama seorang hamba mencakup 2 hal;
mengenali nama-nama dan sifat-sifat-Nya, dan memurnikan ketundukan kepada Allah
dan rasul-Nya. Ikhlas dan tauhid ibarat sebuah pohon di dalam hati yang
cabang-cabangnya adalah amalan sedangkan buahnya adalah kehidupan yang baik dan
membahagiakan di dunia dan di akhirat. Demikian pula syirik dan kedustaan
ibarat sebuah pohon di dalam hati yang buahnya di dunia berupa rasa takut,
kesedihan, kesempitan hati dan kegelapan yang menggelayuti, dan buahnya di
akhirat adalah zaqqum dan pedihnya azab…!
Tauhid inilah perintah pertama yang disebutkan di dalam mushaf
al-Qur’an apabila dibaca dari depan. Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian, yang telah
menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian
bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 21).
Allah tidak hanya memerintahkan beribadah, namun juga melarang
dari perkara yang membatalkannya, yaitu syirik. Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang
rasul yang mengajak; sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS.
an-Nahl: 36). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah
Kami mengutus sebelum mu seorang rasul pun kecuali Kami wahyukan kepadanya;
Tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Aku, maka sembahlah Aku
[saja].” (QS. al-Anbiya’: 25). Allahta’ala berfirman
(yang artinya), “Sembahlah Allah, dan janganlah kalian
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.” (QS. an-Nisaa’: 36)
Dakwah kepada tauhid merupakan dakwah kepada tingkatan iman yang
paling tinggi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman
itu terdiri dari tujuh puluh atau enam puluh lebih cabang, dan yang tertinggi
adalah ‘la ilaha illallah’, sedangkan yang peling rendah adalah menyingkirkan
gangguan dari jalan, bahkan rasa malu itu juga termasuk cabang keimanan.” (HR.
Muslim)
Perbaikan tauhid bagi agama laksana perbaikan jantung bagi
anggota badan. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah,
sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging, apabila ia baik maka baiklah
segenap anggota badan. Dan apabila dia rusak maka rusaklah segenap anggota
badan. Ketahuilah, wahai itu adalah jantung.” (HR. Bukhari dan
Muslim). Hal itu menunjukkan bahwa perbaikan tauhid merupakan pokok segala
upaya perbaikan. Maka dakwah mana pun yang tidak menjadikan dakwah tauhid
sebagai perhatian utamanya maka ia pasti mengalami penyimpangan seiring dengan
jauhnya mereka dari pokok ajaran ini.
Tauhid merupakan prioritas pertama dan paling utama dalam
dakwah. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada
Mu’adz, “Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum dari ahli kitab,
apabila kamu menemui mereka ajaklah mereka kepada syahadat la ilaha illallah
dan muhammad rasulullah -dalam riwayat lain disebutkan; hendaknya yang pertama
kali kamu serukan adalah agar mereka beribadah kepada Allah, dalam riwayat
lainnya dikatakan; supaya mereka mentauhidkan Allah- …” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Demikianlah dakwah yang diserukan oleh segenap para rasul,
seperti Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu’aib dan para nabi yang lainnya. Bagaimana
pun kondisi masyarakat yang mereka hadapi maka dakwah tauhid merupakan yang paling
pokok. Nabi Ibrahim ‘alaihis salam saja merasa takut terhadap
bahaya syirik, maka bagaimana lagi dengan kita? Allahta’ala menceritakan
dalam ayat (yang artinya), “(Ibrahim berdoa)… Wahai Tuhanku, jauhkanlah
aku dan anak keturunanku dari menyembah berhala. Tuhanku, sesungguhnya
berhala-berhala itu telah menjauhkan menyesatkan banyak manusia.” (QS.
Ibrahim: 35-36)
Kedua; Hanya ada satu jalan kebenaran
Sesungguhnya jalan yang menjamin nikmat Islam hanya satu, karena
keberuntungan hanya Allah tetapkan untuk satu golongan saja. Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Ketahuilah, sesungguhnya golongan Allah itu sajalah
orang-orang yang beruntung.” (QS. al-Mujadalah: 22) . Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Dan barangsiapa yang loyal kepada Allah dan rasul-Nya
serta orang-orang yang beriman, maka sesungguhnya golongan Allah itulah yang
pasti akan menang.” (QS. al-Ma’idah: 56)
Perpecahan merupakan perkara yang dicela. Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Dan janganlah kamu termasuk golongan orang-orang
musyrik, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka sehingga menjadi
bergolong-golongan, masing-masing golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada
diri mereka.” (QS. ar-Rum: 31-32)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya
orang-orang yang memecah-belah agama mereka sehingga mereka bergolong-golongan
maka kamu sama sekali tidak menanggung urusan mereka, sesungguhnya urusan
mereka kembali kepada Allah, kemudian Allah akan beritakan kepada mereka apa
saja yang telah mereka lakukan.” (QS. al-An’aam: 159)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah,
sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan ahli kitab telah berpecah
menjadi 72 aliran, dan sesungguhnya agama ini akan berpecah menjadi 73
golongan, 72 di neraka dan satu di surga, yaitu al-Jama’ah.” (HR.
Ahmad dan Abu Dawud, sahih)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya
inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah ia dan janganlah kalian mengikuti
jalan-jalan yang lain karena hal itu akan memecah-belah kalian dari jalan-Nya.” (QS.
al-An’aam: 153). Yang dimaksud dengan jalan yang benar itu adalah yang
menjadi kandungan dari kalimat syahadat muhammad rasulullah. Karena amalan
tidak akan diterima kecuali apabila terpenuhi dua hal; mengikhlaskan amalan
karena Allah dan mengerjakannya dengan mengikuti ajaran Rasulullah hallallahu
‘alaihi wa sallam. Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Berpegang teguhlah dengan tali Allah secara bersama-sama dan
janganlah kalian bercerai-berai.” (QS. Ali Imran: 103)
Tali Allah itu adalah al-Qur’an dan Sunnah. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallambersabda, “Telah aku tinggalkan kepada kalian dua
perkara yang kalian tidak akan sesat sesudahku selama-lamanya, yaitu Kitab
Allah dan Sunnahku.” (HR. Malik, dinilai hasan oleh Syaikh
al-Albani). as-Sunnah merupakan penjelas terhadap al-Qur’an, Allah ta’alaberfirman
(yang artinya), “Dan Kami telah menurunkan kepadamu adz-Dzikr (al-Qur’an)
agar kamu menjelaskannya kepada manusia.” (QS. an-Nahl: 44)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
barangsiapa yang masih hidup sesudahku maka dia pasti akan melihat banyak
perselisihan, maka pegang teguhlah Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang
megikuti petunjuk dan lurus, berpegang teguhlah dengannya, dan gigitlah ia
dengan gigi-gigi geraham kalian, dan jauhilah perkara-perkara yang
diada-adakan, karena setiap perkara yang diada-adakan -dalam agama- adalah
bid’ah.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, sahih)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh
telah aku tinggalkan untuk kalian ajaran yang putih bersih, malamnya bagaikan
siangnya, tiada yang menyimpang darinya kecuali orang yang binasa.” (HR.
Ahmad dan Ibnu Majah, sahih). Hal ini menunjukkan bahwa agama ini dibangun
di atas landasan ittiba’/mengikuti tuntunan dan bukan mengada-adakan sesuatu
yang baru dalam urusan agama. Ibnu Mas’udradhiyallahu’anhu berkata, “Ikutilah
tuntunan dan jangan kalian membuat-buat bid’ah, karena sesungguhnya kalian ini
telah dicukupkan. Hendaknya kalian mengikuti ajaran terdahulu.” Ibnu
Umar radhiyallahu’anhuma berkata, “Semua bid’ah itu
sesat meskipun orang-orang menganggapnya baik.”
Maka menjadi kewajiban siapa saja yang telah sampai kepadanya
dalil dari Kitabullah maupun Sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
bersikap pasrah dan tunduk serta mengamalkannya, meskipun dalam hal itu dia
harus menyelisihi siapa pun. Allah ta’alaberfirman (yang
artinya), “Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian,
dan janganlah kalian menjadikan selain-Nya sebagai penolong-penolong kalian,
betapa sedikitnya kalian mau mengambil peringatan.” (QS. al-A’raf:
3)
Ketiga; Mengikuti al-Kitab dan as-Sunnah dengan pemahaman
Salafus Shalih
Inilah pilar pokok yang banyak dilalaikan oleh berbagai kelompok
sehingga menyimpangkan mereka dari jalan yang benar. Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Barangsiapa
di antara kalian yang hendak mengikuti ajaran, maka ikutilah ajaran orang yang
telah meninggal, karena orang yang masih hidup tidak aman dari fitnah, mereka
itulah para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka adalah orang
yang paling utama di antara umat ini dan paling bersih hatinya, paling dalam
ilmunya, dan paling sedikit membeban-bebani diri. Suatu kaum yang telah dipilih
Allah untuk menemani nabi-Nya dan menegakkan agama-Nya. Maka kenalilah
keutamaan mereka, ikutilah jejak-jejak mereka dan berpegag teguhlah dengan akhlak
dan agama mereka semampu kalian, sesungguhnya mereka itu berada di atas
petunjuk yang lurus.”
Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Pokok-pokok
Sunnah menurut kami adalah berpegang teguh dengan ajaran para sahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berusaha untuk meneladani
mereka.” Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang
yang terdahulu dan pertama-tama dari kalangan Muhajirin dan Anshar, dan juga
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan
mereka pun ridha kepada-Nya.” (QS. at-Taubah: 100)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik
manusia adalah di masaku, kemudian sesudah itu, kemudian yang sesudah itu
lagi.” (HR. Bukhari dan Muslim). Allahta’ala berfirman
(yang artinya), “Barangsiapa yang menentang rasul setelah jelas baginya
petunjuk, dan dia mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, maka Kami
akan biarkan dia terombang-ambing dalam kesesatan yang dia pilih dan Kami akan
memasukkannya ke dalam Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah
seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’: 115)
Keempat; Menggapai kemuliaan dengan ilmu
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah
akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan diberikan ilmu di antara
kalian beberapa derajat.” (QS. al-Mujadilah: 11).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
Allah akan mengangkat kedudukan sebagian kaum dengan Kitab ini dan akan
merendahkan dengannya pula sebagian yang lain.” (HR. Muslim)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah
pantas bagi seorang manusia yang diberikan oleh Allah al-Kitab dan Hukum serta
kenabian untuk berkata kepada orang-orang; Jadilah penyembahku sebagai sekutu
bagi Allah, akan tetapi hendaknya jadilah kalian sebagai rabbani dengan sebab
kalian mengajarkan al-Kitab dan dan dengan sebab apa yang kalian
pelajari.” (QS. Ali Imran: 79)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai
orang-orang yang beriman penuhilah seruan Allah dan rasul ketika mereka
menyerumu kepada sesuatu yang menghidupkan kalian.”(QS. al-Anfal: 24).
Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu berkata, “Tidaklah
aku meninggalkan sesuatu yang telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam melainkan pasti aku kerjakan, karena sesungguhnya aku takut
jika aku tinggalkan salah satu perintahnya maka aku akan menyimpang/tersesat.”
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hendaklah
merasa takut orang-orang yang menyelisihi perintahnya karena mereka itu akan
tertimpa fitnah atau siksaan yang sangat pedih.” (QS. an-Nur: 63).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Demi Rabbmu,
sesungguhnya mereka tidak beriman sampai mereka menjadikan kamu sebagai hakim
atas segala perselisihan yang terjadi di antara mereka.” (QS.
an-Nisaa’: 65)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Biarkanlah
apa adanya ajaran yang aku tinggalkan kepada kalian, karena sesungguhnya sebab
yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian adalah akibat terlalu banyak
bertanya dan suka menyelisihi nabi-nabi mereka. Maka apabila aku melarang
kalian dari sesuatu jauhilah dan apabila aku perintahkan kalian terhadap
sesuatu maka lakukanlah sekuat kemampuan kalian.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya
orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya mereka itulah orang-orang yang
rendah.” (QS. al-Mujadilah: 20). Rasulullahshallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan dijadikan kerendahan dan
kehinaan bagi siapa saja yang menyelisihi perintah/urusanku.” (HR.
Ahmad)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Taatilah
Allah dan rasul-Nya, dan janganlah kalian bertikai karena hal itu akan
melemahkan kalian dan menghilangkan kekuatan kalian.” (QS.
al-Anfal: 46). Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang
bercerai-berai dan berselisih setelah datang kepada mereka
keterangan-keterangan.” (QS. Ali Imran: 105)
Kelima; Membantah orang yang menyimpang termasuk amar ma’ruf
nahi munkar
Abu Ali ad-Daqqaq berkata, “Orang yang diam terhadap
kebenaran adalah syaitan yang bisu, sedangkan orang yang berbicara dengan
kebatilan adalah syaitan yang berbicara.”Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Hendaknya ada di antara kalian orang-orang yang
mengajak kepada kebaikan, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari
yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali
Imran: 104)
Ibnu Taimiyah berkata, “Memerintahkan kepada Sunnah dan
melarang bid’ah itu termasuk amar ma’ruf dan nahi mungkar, dan hal itu termasuk
amal salih yang paling utama.”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah ta’ala cemburu, dan
seorang mukmin pun cemburu, dan kecemburuan Allah itu bangkit tatkala seorang
mukmin melakukan apa yang diharamkan Allah atasnya.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tolonglah
saudaramu yang zalim atau yang dizalimi.” Ada yang bertanya, “Wahai
Rasulullah! Orang ini kami tolong karena dia terzalimi, lalu bagaimana kami
menolongnya sementara dia yang melakukan kezaliman?”. Beliau
menjawab, “Kamu menghalangi atau mencegahnya dari kezaliman.” (HR.
Bukhari)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai
Nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan munafik serta bersikap keraslah
kepada mereka.” (QS. at-Taubah: 73). Ibnul Qayyim
berkata, “Berjihad melawan orang munafik hanyalah dengan menyampaikan
hujjah kepada mereka…” “…Maka berjihad melawan orang-orang munafik lebih sulit
daripada berjihad melawan orang-orang kafir, dan itu merupakan jihadnya
kalangan khusus dari umat ini serta pewaris para nabi. Orang-orang yang
menegakkan urusan ini sedikit saja di dunia ini, orang-orang yang turut serta
di dalamnya dan membantu mereka, meskipun mereka itu jumlahnya juga sedikit,
maka mereka adalah orang-orang yang memiliki kedudukan yang lebih agung di sisi
Allah.”
Yahya bin Yahya berkata, “Membela Sunnah itu lebih utama
daripada jihad.” Ibnul Qayyim berkata, “Berjihad dengan hujjah
dan lisan itu lebih didahulukan daripada jihad dengan pedang dan persenjataan.”
Pada asalnya mengingkari kemungkaran adalah dengan cara lembut.
Allah ta’ala berfirman kepada Musa dan Harun (yang
artinya), “Pergilah kalian berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia
telah melampaui batas, katakanlah kepadanya perkataan yang lembut,
mudah-mudahan dia mau mengambil pelajaran atau merasa takut.” (QS.
Thaha: 43-44). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
kelembutan tidaklah ada pada sesuatu melainkan pasti menghiasinya, dan tidaklah
ia dicabut dari sesuatu kecuali akan memperburuknya.” (HR. Muslim)
Meskipun demikian, terkadang menggunakan kekerasan adalah
diperbolehkan. Allah ta’alaberfirman (yang artinya), “Apabila
ada dua kelompok di antara kaum muslimin berperang maka lakukanlah perdamaian
antara keduanya, apabila salah satu di antara keduanya bertindak melampaui
batas kepada yang lain maka perangilah kelompok yang memberontak itu sampai
mereka kembali kepada perintah Allah.” (QS. al-Hujurat: 9)
Keenam; Tashfiyah dan Tarbiyah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila
kalian telah berjual-beli dengan cara inah (riba), dan kalian memegang
ekor-ekor sapi dan lebih puas dengan pertanian dan meninggalkan jihad, maka
Allah akan timpakan kepada kalian kehinaan yang tidak akan dicabut oleh Allah
kehinaan itu sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu
Dawud)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mau mengubah apa yang
ada pada diri mereka sendiri.” (QS. ar-Ra’d: 11). Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di
antara kalian dan mengerjakan amal-amal salih bahwa Allah akan menjadikan
mereka berkuasa di atas muka bumi sebagaimana Allah angkat orang-orang sebelum
mereka sebagai penguasa dan Allah akan kokohkan untuk mereka agama mereka yang
Allah ridhai atas mereka dan Allah gantikan rasa takut mereka menjadi keamanan,
mereka beribadah kepada-Ku dan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun.”(QS.
an-Nur: 55)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Kalaulah
para penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa niscaya akan Kami bukakan
untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi.”(QS. al-A’raf: 96).
Imam Malik berkata, “Tidak akan memperbaiki urusan umat terakhir ini
kecuali dengan apa yang memperbaiki generasi awalnya.”
Wallahu a’lam. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala
alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
* Diambil dan diringkas dari Sittu Duror Min Ushul Ahli
al-Atsar, Syaikh Abdul Malik Ramadhani
Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.
Posting Komentar