Amar ma’ruf nahi munkar
merupakan kekhususan dan keistimewaan Ummat Islam yang
akan mempengaruhi kemulian Ummat Islam. Sehingga Allah mendahulukan
penyebutannya di depan lafal iman dalam firman-Nya,
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ
أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ
مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرَهُمُ الْفَاسِقُونَ
Kamu adalah Ummat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Ali Imron :110)
Demikian pula, Allah membedakan kaum
mukminin dari kaum munafikin dengan Amar
ma’ruf nahi munkar ini. Allah berfirman,
وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُوْلاَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ
حَكِيمُُ
Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf,
mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at
kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (At-Taubah:71)
Ketika membawakan kedua ayat diatas, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata,”Dalam ayat ini Allah menjelaskan, Ummat Islam adalah
Ummat terbaik bagi segenap Ummat manusia. Ummat yang paling memberi manfaat dan
baik kepada manusia. Karena mereka telah menyempurnakan seluruh urusan kebaikan
dan kemanfaatan dengan amar ma’ruf nahi munkar. Mereka tegakkan hal itu dengan
jihad di jalan Allah dengan jiwa dan harta mereka. Inilah anugerah yang
sempurna bagi manusia. Ummat lain tidak memerintahkan setiap orang kepada
semua perkara yang ma’ruf (kebaikan) dan melarang semua kemunkaran. Merekapun
tidak berjihad untuk itu. Bahkan sebagian mereka sama sekali tidak berjihad.
Adapun yang berjihad -seperti Bani Israil- kebanyakan jihad mereka untuk
mengusir musuh dari negerinya. Sebagaimana orang yang jahat dan dzalim
berperang bukan karena menyeru kepada petunjuk dan kebaikan, tidak pula untuk amar
ma’ruf nahi munkar. Hal ini digambarkan dalam ucapan Nabi Musa,
يَاقَوْمِ ادْخُلُوا اْلأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ
الَّتِي كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَلاَ تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنقَلِبُوا
خَاسِرِينَ قَالُوا يَامُوسَى إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ
وَإِنَّا لَن نَّدْخُلَهَا حَتَّى يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِن يَخْرُجُوا مِنْهَا
فَإِنَّا دَاخِلُونَ قَالَ رَجُلاَنِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللهُ
عَلَيْهِمَا ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذاَ دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ
غَالِبُونَ وَعَلَى اللهِ فَتَوَكَّلُوا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ قَالُوا
يَامُوسَى إِنَّا لَن نَّدْخُلَهَآ أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ أَنتَ
وَرَبُّكَ فَقَاتِلآَ إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ
Hai kaumku,
masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan
janganlah kamu lari ke belakang (karena kamu takut kepada musuh), maka kamu
menjadi orang-orang yang merugi. Mereka berkata,”Hai Musa, sesungguhnya dalam
negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa. Sesungguhnya kami sekali-kali
tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar daripadanya. Jika mereka keluar
daripadanya, pasti kami akan memasukinya”. Berkatalah dua orang diantara
orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas
keduanya,”Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu. Maka bila
kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya
kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. Mereka
berkata,”Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya,
selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Rabbmu, dan
berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”. (Surat Al-Maidah : 21-24)
Demikian pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala ,
أَلَمْ تَرَ إِلَى
الْمَلإِ مِن بَنِى إِسْرَاءِيلَ مِن بَعْدِ مُوسَى إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ
لَّهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُّقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللهِ قَالَ هَلْ
عَسَيْتُمْ إِن كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلاَّ تُقَاتِلُوا قَالُوا
وَمَالَنَآ أَلاَّ نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِن دِيَارِنَا
وَأَبْنَآئِنَا فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْا إِلاَّ قَلِيلاً
مِّنْهُمْ وَاللهُ عَلِيمُُ بِالظَّالِمِينَ
Apakah kamu
tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil (sesudah Nabi Musa wafat) ketika
mereka berkata kepada seorang Nabi mereka, “Angkatlah untuk kami seorang raja
supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah”. Nabi mereka
menjawab,”Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan
berperang”. Mereka menjawab,”Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah,
padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari
anak-anak kami”. Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun
berpaling, kecuali beberapa orang saja diantara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui
orang-orang yang dzalim. (Al-Baqarah:246).
Mereka
berperang lantaran diusir dari tanah air beserta anak-anak mereka. Sudah
demikian ini, mereka pun masih melanggar perintah. Sehingga tidak dihalalkan
bagi mereka harta rampasan perang. Demikan juga tidak boleh mengambil
budak-budak tawanan perang”. (Ibnu Taimiyah, Al-Amru
bil Ma’ruf wan Nahyi ‘Anil Munkar, hal 34. Kitab ini
telah diterjemahkan oleh al-Akh Abu Ihsan dengan judul yang sama, diterbitkan
Pustaka at-Tibyan, Solo).
Demikianlah
anugerah Allah kepada Ummat Islam. Dia menjadikan amar ma’ruf nahi munkar
sebagai salah satu tugas penting Rasulullah. Bahkan beliau diutus untuk itu,
sebagaimana firman Allah ,
الذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ
الرَّسُوْلَ النَّبِيَّ الأُمِّي الذِيْ يَجِدُوْنَهُ مَكْتُوْبًا عِنْدَهُمْ فِيْ
التَّوْرَاةِ وَاْلإِنْجِيْلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَاْلأَغْلاَلَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ
فَالَّذِيْنَ ءَامَنُوْا وَعَزَرُوْهُ وَنَصَرُوْهُ وَاتَّبَعُوْا النُّوْرَ
الَّذِيْ أَنْزَلَ مَعَهُ أُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
(Yaitu)
orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati
tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar
dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka
segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang
ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya,
menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya
(al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Surat Al- A’raaf : 157).
Kemudian
Allah menciptakan orang-orang yang selalu mewarisi tugas utama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, bahkan memerintahkan Ummat ini untuk
menegakkannya, dalam firman-Nya,
وَلْتَكُن مِّنكُمْ
أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara
kamu segolongan Ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang
beruntung. (Al-Imron:104)
Tugas penting ini sangat luas
jangkauannya, baik zaman ataupun tempat. Meliputi seluruh ummat dan bangsa, dan
terus bergerak dengan jihad dan penyampaian ke seluruh belahan dunia. Tugas ini
telah diemban Ummat Islam sejak masa Rasulullah sampai sekarang hingga hari
kiamat nanti.
Hukum Amar Ma’ruf Nahi Munkar
(Disarikan dari buku Hakikat Al Amr Bil Ma’ruf wan
Nahi ‘Anil Munkar, karya Dr. Hamd bin Nashir Al Amaar, hal. 39-40 dan Makalah
Al Amr Bil Ma’ruf wan Nahi Anil Munkar Bainal Ifraath wat Tafriith,
karya Dr.Ali Nashir Al Faqihiy, dalam Majalah Al-Furqaan edisi 144, 21 Shafar
1422 H, hal.20 serta Al Amr Bil Ma’ruf wan Nahi ‘Anil Munkar, Ibnu
Taimiyah).
Amar
ma’ruf nahi munkar merupakan kewajiban yang dibebankan Allah kepada Ummat Islam
sesuai kemampuannya. Ditegaskan oleh dalil Al Qur’an dan As-Sunnah serta Ijma’
para Ulama.
Dalil Al Qur’an
Firman Allah ,
وَلْتَكُن مِّنكُمْ
أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan Ummat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah
orang-orang yang beruntung. (Al-Imran:104).
Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat
ini,”Maksud dari ayat ini, hendaklah ada sebagian Ummat ini yang
menegakkan perkara ini“. (Lihat tafsir Al Quran Al Karim karya Ibnu
Katsir 1/339-405).
Dan firman-Nya,
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ
أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ
Kamu adalah Ummat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (Al-Imran :110).
Umar bin Khathab berkata ketika memahami
ayat ini,”Wahai sekalian manusia, barang siapa yang ingin termasuk Ummat
tersebut, hendaklah menunaikan syarat Allah darinya“. (Lihat Asy-Syaukaniy,
Fathul Qadir, 1/453).
Dalil Sunnah
Sabda Rasulullah ,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ
بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
Barang siapa yang melihat
satu kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan
lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu adalah
selemah-lemahnya iman (Riwayat Muslim).
Sedangkan Ijma’ kaum
muslimin, telah dijelaskan oleh para ulama, diantaranya:
1. Ibnu Hazm Adz Dzahiriy, beliau berkata,
“Seluruh Ummat telah bersepakat mengenai kewajiban amar ma’ruf nahi
munkar, tidak ada perselisihan diantara mereka sedikitpun”. (Ibnu Hazm, Al-Fashl Fil
Milal Wan Nihal, 5/19).
2. Abu Bakr al- Jashshash, beliau berkata,”Allah
telah menegaskan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar melalui beberapa ayat dalam
Al Qur’an, lalu dijelaskan Rasulullah dalam hadits yang mutawatir. Dan para
salaf serta ahli fiqih Islam telah berkonsensus atas kewajibannya“. (Al-Jashash, Ahkamul
Qur’an , 2/486)
3. An-Nawawi berkata,”telah banyak
dalil-dalil Al Qur’an dan Sunnah serta Ijma’ yang menunjukkan kewajiban amar
ma’ruf nahi munkar“. (An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, 2/22).
4. Asy-Syaukaniy berkata,”Amar ma’ruf
nahi munkar termasuk kewajiban, pokok serta rukun syari’at terbesar dalam
syari’at. Dengannya sempurna aturan Islam dan tegak kejayaannya“. (Asy-Syaukaniy, Fathul
Qadir, 1/450).
Jelaslah kewajiban Ummat ini
untuk beramar ma’ruf nahi munkar.
Derajat Kewajiban
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
(Disarikan dari buku Hakikat Al-Amr
Bil Ma’ruf wan-Nahi ‘Anil Munkar, karya Dr. Hamd bin Nashir
Al-Amaar, hal.40-51dengan perubahan).
Amar ma’ruf nahi munkar
sebagai satu kewajiban atas Ummat Islam, bagaimanakah derajat kewajibannya?
Apakah fardhu ‘ain ataukah fardhu kifayah? Para ulama berselisih tentang hal
ini.
Pendapat pertama
Memandang kewajiban tersebut adalah fardhu ‘Ain. Ini merupakan pendapat
sejumlah ulama, diantaranya Ibnu Katsir (Lihat Tafsir Al-Quran Al-‘Adhim karya
Ibnu Katsir 1/390) , Az Zujaaj, Ibnu Hazm (Ibnu Hazm, Al-Muhalla,
10/505)..Mereka berhujjah dengan dalil-dalil syar’i, diantaranya:
1. Firman Allah ,
وَلْتَكُن مِّنكُمْ
أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada diantara
kamu segolongan Ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang
beruntung. (Ali Imran:104)
Mereka mengatakan bahwa
kata مِنْ dalam
ayat مِنْكُمْ untuk
penjelas dan bukan untuk menunjukkan sebagian. Sehingga makna ayat,jadilah
kalian semua Ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Demikian juga akhir ayat
yaitu:
وَأُوْلاَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
Menegaskan bahwa
keberuntungan khusus bagi mereka yang melakukan amalan tersebut. Sedangkan
mencapai keberuntungan tersebut hukumnya fardhu ‘ain. Oleh karena itu memiliki
sifat-sifat tersebut hukumnya wajib ‘ain juga. Karena dalam kaedah disebutkan:
مَا لاَ يَتِمُّّ
الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Satu kewajiban yang tidak
sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib.
2. Firman Allah ,
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ
أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ
مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرَهُمُ الْفَاسِقُونَ
Kamu adalah Ummat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Ali Imran :110).
Dalam ayat ini, Allah
menjadikan syarat bergabung dengan Ummat Islam yang terbaik, yaitu dengan amar
ma’ruf nahi munkar dan iman. Padahal bergabung kepada Ummat ini, hukumnya fardu
‘ain. Sebagaimana firman-Nya:
وَمَنْ أَحْسَنُ
قَوْلاً مِّمَّن دَعَآ إِلَى اللهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ
الْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik
perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang
shaleh dan berkata,”Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah
diri.” (Surat Fushilat :33)
Sehingga memiliki sifat-sifat
tersebut menjadi fardhu ‘ain. Sebagaimana Umar bin Al Khathab menganggapnya
sebagai syarat Allah bagi orang yang bergabung ke dalam barisan Ummat Islam.
Beliau berkata setelah membaca surat Ali Imran:110,”Wahai sekalian manusia,
barang siapa yang ingin termasuk Ummat tersebut, hendaklah menunaikan syarat
Allah darinya”
Pendapat kedua
Memandang amar ma’ruf nahi munkar fardhu kifayah. Ini merupakan pendapat
jumhur ulama. Diantara
mereka yang menyatakan secara tegas adalah Abu Bakr Al-Jashash (Al Jashosh,
Ahkamul Qur’an, 2/29) , Al-Mawardiy, Abu Ya’la Al-Hambaliy, Al Ghozaliy,
Ibnul Arabi, Al Qurthubiy (Al Qurthubiy, Tafsir Al-Qurthubiy, 4/165). ,
Ibnu Qudamah (Ibnu Qudamah, Mukhtashor Minhajul Qashidiin, hal.156), An-Nawawiy
(An Nawawi, Syarah Shahih Muslim, 2/23), Ibnu Taimiyah (Ibnu Taimiyah, Al Amr
Bil Ma’ruf wan Nahi ‘Anil Munkar , hal.37), Asy-Syathibiy (Asy Syathibiy,
Al-Muwafaqaat Fi Ushulisy Syari’at, 1/126) dan
Asy-Syaukaniy (Asy Syaukaiy, Fathul Qadir, 1/450).
.
Mereka berhujjah dengan
dalil-dalil berikut ini:
1. Firman Allah ,
وَلْتَكُن مِّنكُمْ
أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara
kamu segolongan Ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang
beruntung. (Ali Imran:104)
Mereka mengatakan bahwa
kata مِنْ dalam
ayat مِنْكُمْ untuk
menunjukkan sebagian. Sehingga menunjukkan hukumnya fardhu kifayah.
Imam Al Jashash menyatakan,”Ayat ini
mengandung dua makna. Pertama, kewajiban amar ma’ruf nahi
munkar. Kedua, yaitu fardu kifayah. Jika telah dilaksanakan oleh
sebagian, maka yang lain tidak terkena kewajiban”. (Al Jashash, Ahkamul
Qur’an, 2/29).
Ibnu Qudamah berkata,”Dalam ayat ini
terdapat penjelasan hukum amar ma’ruf nahi munkar yaitu fardhu kifayah, bukan
fardhu ‘ain”.(Ibnu
Qudamah, Mukhtashar Minhajul Qashidiin, hal 156).
2. Firman Allah ,
وَمَاكَانَ
الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَآفَةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِنهُمْ
طَآئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا
إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Tidak sepatutnya bagi
orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya. (At-Taubah : 122)
Hukum tafaquh fiddin (memperdalam
ilmu agama) adalah fardhu kifayah. Karena Allah memerintahkan sekelompok kaum
mukminin dan tidak semuanya untuk menuntut ilmu. Oleh karena itu orang yang
belajar dan menuntut ilmu tersebut yang bertanggung jawab memberi
peringatan, bukan seluruh kaum muslimin. Demikian juga jihad, hukumnya fardhu
kifayah.
Syeikh Abdurrahman As Sa’diy menyatakan,”Sepatutnya
kaum muslimin mempersiapkan orang yang menegakkan setiap kemaslahatan umum
mereka. Orang yang meluangkan seluruh waktunya dan bersungguh-sungguh
serta tidak bercabang, untuk mewujudkan kemaslahatan dan kemanfatan mereka.
Hendaklah arah dan tujuan mereka semuanya satu, yaitu menegakkan kemaslahatan
agama dan dunianya” (As Sa’diy, Taisir Karimir Rahman, 3/315, lihat Hakikat
Amar Ma’ruf Nahi Munkar, hal. 43).
3. Tidak semua orang dapat
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Karena orang yang menegakkannya harus
memiliki syarat-syarat tertentu. Seperti mengetahui hukum-hukum syari’at,
tingkatan amar makruf nahi munkar, cara menegakkannya, kemampuan
melaksanakannya. Demikian juga dikhawatirkan bagi orang yang beramar ma’ruf
nahi munkar bila tanpa ilmu akan berbuat salah. Mereka memerintahkan kemunkaran
dan mencegah kema’rufan atau berbuat keras pada saat harus lembut dan
sebaliknya.
4. Firman Allah ,
الذِّيْنَ إِنْ
مَكَّنَّاهُمْ فِيْ اْلأَرْضِ أَقَامُوْا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ
وَأَمَرُوْا بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلهِ عَاقِبَةُ
اْلأُمُوْرِ
(yaitu)orang-orang yang jika
Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat,
menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang
munkar; dan kepada Allahlah kembali segala urusan. (QS. 22:41)
Imam Al Qurthubiy berkata,”Tidak semua
orang diteguhkan kedudukannya dimuka bumi, sehingga hal tersebut diwajibkan
secara kifayah kepada mereka yang diberi kemampuan untuknya” (Al Qurthubi, Tafsir
Qurthubi, 4/165).
Oleh karena itu Syeikh Islam Ibnu Taimiyah
menyatakan,”Demikian kewajiban amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini tidak diwajibkan kepada setiap orang, akan tetapi merupakan fardhu kifayah” (Ibnu
Taimiyah, Al Amr Bil Makruf wan Nahi ‘Anil Munkar, hal.37).
Akan tetapi hukum ini bukan
berarti menunjukkan bolehnya seseorang untuk tidak berdakwah, atau beramar
makruf nahi munkar. Karena terlaksananya fardhu kifayah ini dengan
terwujudnya pelaksanaan kewajiban tersebut. Sehingga apabila kewajiban tersebut
belum terwujud pelaksanaannya oleh sebagian orang, maka seluruh kaum muslimin
terbebani kewajiban tersebut.
Pelaku amar makruf nahi
munkar adalah orang yang menunaikan dan melaksanakan fardhu kifayah. Mereka
memiliki keistimewaan lebih dari orang yang melaksanakan fardhu ‘ain. Karena
pelaku fardhu ‘ain hanya menghilangkan dosa dari dirinya sendiri, sedangkan
pelaku fardhu kifayah menghilangkan dosa dari dirinya dan kaum muslimin
seluruhnya. Demikian juga fardhu ‘ain jika ditinggalkan, maka hanya dia saja
yang berdosa, sedangkan fardhu kifayah jika ditinggalkan akan berdosa
seluruhnya.
Pendapat ini Insya Allah
pendapat yang rajih (kuat). Wallahu
a’lam.
Berubahnya Hukum Amar Makruf
Nahi Munkar Menjadi Fardhu ‘Ain
Amar makruf nahi munkar dapat
menjadi fardhu ‘ain, menurut kedua pendapat
diatas, apabila :
Pertama. Ditugaskan oleh pemerintah.
Al Mawardi menyatakan,”Sesungguhnya hukum
amar makruf nahi munkar fardhu ‘ain dengan perintah penguasa“. (Al Mawardi, Al Ahkam
Sulthaniyah, hal.391, dinukil dari Hakikat Amar Ma’ruf Nahi Munkar hal.50).
Kedua. Hanya dia yang mengetahui kema’rufan dan kemunkaran yang
terjadi.
An Nawawiy berkata,”Sesungguhnya
amar makruf nahi munkar fardhu kifayah. Kemudian menjadi fardhu ‘ain, jika dia
berada di tempat yang tidak mengetahuinya kecuali dia“. (An Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, 2/23).
Ketiga. Kemampuan amar makruf nahi munkar hanya dimiliki orang
tertentu.
Jika kemampuan menegakkan
amar makruf nahi munkar terbatas pada sejumlah orang tertentu saja, maka amar
makruf nahi munkar menjadi fardhu ‘ain bagi mereka.
An Nawawi berkata,”Terkadang
amar makruf nahi munkar menjadi fardhu ‘ain, jika berada di tempat yang tidak
mungkin menghilangkannya kecuali dia. Seperti seorang yang melihat istri atau
anak atau budaknya berbuat kemunkaran atau tidak berbuat kema’rufan“. (An Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, 2/23).
Keempat. Perubahan keadaan dan kondisi.
Syeikh Abdul Aziz bin Baaz memandang amar
makruf nahi munkar menjadi fardhu ‘ain dengan sebab perubahan kondisi dan
keadaan, ketika beliau berkata, “Ketika sedikitnya para da’i. Banyaknya
kemunkaran dan kebodohan yang merata, seperti keadaan kita sekarang ini, maka
dakwah menjadi fardhu ‘ain atas setiap orang sesuai dengan kemampuannya“. (Abdul Aziz bin
Abdillah bin Baaz, Ad Dakwah Ila Allah wa Akhlaqud Du’at, hal. 16).
Melihat realitas Ummat Islam sekarang maka nampaknya amar ma’ruf
nahi munkar menjadi kewajiban atas setiap orang. Hal ini tentunya membutuhkan
pengorbanan dalam menegakkannya. Apalagi Islam yang paripurna ditetapkan Allah
untuk kemaslahatan makhlukNya dan menghilangkan semua jenis kemudhoratan. Oleh
karenanya dalam amar ma’ruf nahi munkar tidak mungkin lepas dari permasalahan
maslahat dan mafsadat, yang tentunya didasarkan dengan timbangan syari’at bukan
sekedar prasangka dan dugaan semata.
Akan tetapi, fenomena yang ada sekarang ini banyak amar ma’ruf nahi munkar yang
dilakukan tidak dengan prosedur syari’at, sehingga terjadi fitnah dan
kemunkaran yang besar menimpa kaum muslimin. Lebih celaka lagi orang lemah dan
tidak berdosapun ikut menanggung akibatnya. Demikianlah
sunnatullah, jika timbul fitnah maka akan menimpa orang yang zhalim dan yang
sholih, sebagaimana firman Allah :
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لاَتُصِيبَنَّ
الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنكُمْ خَآصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan
peliharalah dirimu dari pada fitnah yang tidak khusus menimpa orang-orang yang
zhalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.
(QS. 8:25).
Tentunya hal ini tidak kita
harapkan terjadi terus menerus. Namun kitapun tidak boleh apriori dan merasa
tidak bertanggung jawab untuk beramar ma’ruf nahi munkar, lantas berdalih
dengan kenyataan diatas untuk meninggalkan kewajiban yang mulia ini.
Amar ma’ruf nahi munkar disyariatkan semata untuk kemaslahatan
manusia, kemaslahatan bagi yang berbuat kemunkaran (untuk berhenti dari
kemunkarannya), kemaslahatan bagi
pelaku amar ma’ruf nahi munkar dan kemaslahatan bagi yang belum melakukannya.
Rasulullah bersabda dalam hadits An Nu’man bin Basyir :
مَثَلُ الْمُدْهِنِ فِي حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا
مَثَلُ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا سَفِينَةً فَصَارَ بَعْضُهُمْ فِي أَسْفَلِهَا وَصَارَ
بَعْضُهُمْ فِي أَعْلاَهَا فَكَانَ الَّذِي فِي أَسْفَلِهَا يَمُرُّونَ بِالْمَاءِ
عَلَى الَّذِينَ فِي أَعْلاَهَا فَتَأَذَّوْا بِهِ فَأَخَذَ فَأْسًا فَجَعَلَ
يَنْقُرُ أَسْفَلَ السَّفِينَةِ فَأَتَوْهُ فَقَالُوا مَا لَكَ قَالَ
تَأَذَّيْتُمْ بِي وَلاَ بُدَّ لِي مِنَ الْمَاءِ فَإِنْ أَخَذُوا عَلَى يَدَيْهِ
أَنْجَوْهُ وَنَجَّوْا أَنْفُسَهُمْ وَإِنْ تَرَكُوهُ أَهْلَكُوهُ وَأَهْلَكُوا
أَنْفُسَهُمْ
Perumpamaan
orang yang teguh menjalankan hukum Allah dan orang yang terjerumus didalamnya
bagaikan satu kaum yang membagi tempat diatas perahu, sebagian mendapat tempat
di bawah dan sebagian di atas. Orang yang di bawah memerlukan air melalui orang
yang di atas, lalu hal itu mengganggu mereka. Kemudian (orang yang di bawah) mengambil
kampak dan mulai melobangi perahu. Datanglah orang-orang yang di atas dan
berkata:” kenapa berbuat demikian?” dia menjawab:”kalian terganggu oleh saya,
padahal saya mesti mengambil air” jika mereka menahannya, maka mereka
menyelamatkannya dan menyelamatkan diri mereka sendiri; dan jika membiarkannya
maka mereka membinasakannya dan membinasakan diri mereka semua. (Riwayat Bukhori).
Untuk itulah para Ulama
mengerahkan segala kemampuannya untuk menggariskan kaidah amar ma’ruf nahi
munkar. Garis besar penerapan yang dapat digunakan oleh kaum muslimin di setiap tempat dan waktu, sehingga amar ma’ruf nahi munkar
menjadi rahmat bagi manusia.
Rukun
Amar Makruf Nahi Munkar.
Amar ma’ruf nahi munkar
memiliki empat rukun, yaitu:
1. Pelaku amar ma’ruf
nahi munkar
2. Amalan kema’rufan dan
kemunkaran
3. Orang yang
meninggalkan kema’rufan dan pelaku kemunkaran (obyek amar ma’ruf nahi munkar)
4. Perbuatan amar ma’ruf
nahi munkar itu sendiri.
Disusun Oleh Kholid Syamhudi.
Posting Komentar