BREAKING NEWS

KLARIFIKASI SD.DARMONO TENTANG DIHAPUSNYA PENDIDIKAN AGAMA

Pernyataan kontroversi praktisi pendidikan Setyono Djuandi Darmono atau SD Darmono yang juga Chairman Jababeka yang menyebut pendidikan agama tidak perlu diajarkan di sekolah menuai polemik. Berbagai pihak angkat suara memprotes pernyataan itu.


Buntut polemik pernyataan Darmono, pihak Jababeka akhirnya menyampaikan klarifikasinya.

“Beredar berita bahwa SD Darmono, pendiri Jababeka, menganjurkan Presiden Jokowi untuk mengeluarkan pelajaran agama dari sekolah. Kami tegaskan bahwa pendapat itu telah menimbulkan salah penafsiran. Untuk itu kami meluruskan,” ujar Desk Komunikasi Jababeka Ardiyansyah Djafar dalam pernyataannya diterima hidayatullah.com Jakarta, Sabtu (06/07/2019).


Berikut poin-poin klarifikasinya:

“1.SD Darmono sangat peduli pada pendidikan karakter berbasis agama yang mempunyai akar kuat dan sudah mentradisi di Nusantara. Yg dia soroti dan prihatinkan adalah mengapa identitas agama ketika dikaitkan dengan politik malah mendorong munculnya konflik dan polarisasi sosial. Pada hal semua agama mengajarkan persatuan dan akhlak mulia.

2. Masuknya faham keagamaan yg ekstrim ke sekolah dan universitas mesti menjadi perhatian kita semua, ksrena hal ini merusak kesatuan dsn harmoni sosial. Oleh karena itu, materi pembelajaran dan kualitas guru2nya perlu ditinjau ulang. Hendaknya pelajaran agama itu lebih.menekankan character building dan kemajuan bangsa. Terlebih lagi Indonesia dikenal sbg bangsa yg religius.

3.Jika pelajaran agama dlm.aspek2nya yg dianggap kurang, itu tanggungjawab setiap orangtua dan komunitas umat beragama, bisa dilengkapi di masjid, gereja atau vihara.

4.Jadi, intinya bukan mengeluarkan pelajaran agama dari sekolah, tetapi sebuah koreksi dan renungan, apa yg salah dg pendidikan agama kita di sekolah.

Buku Bringing Civilizations Together yg diluncurkan 4 Juli lalu penekanannya adalah pada pembentukan karakter demi kerukunan dan kemajuan bangsa.


Demikianlah semoga ralat ini menyelesaikan salah paham yg dialamatkan pada SD Darmono.”

Sebelumnya diwartakan praktisi pendidikan Setyono Djuandi Darmono menyebut, pendidikan agama tidak perlu diajarkan di sekolah. Ia menyebut agama cukup diajarkan orangtua masing-masing atau lewat guru agama di luar sekolah.

“Mengapa agama sering menjadi alat politik? Karena agama dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Di sekolah, siswa dibedakan ketika menerima mata pelajaran (mapel) agama. Akhirnya mereka merasa kalau mereka itu berbeda,” sebut Darmono usai bedah bukunya yang ke-6 berjudul Bringing Civilizations Together di Jakarta, Kamis (04/07/2019).


Dia menyarankan Presiden Joko Widodo untuk meniadakan pendidikan agama di sekolah. Ia menganggap pendidikan agama harus jadi tanggung jawab orangtua serta guru agama masing-masing (bukan guru di sekolah). Ia menganggap pendidikannya cukup diberikan di luar sekolah, misalnya masjid, gereja, pura, vihara, dan lainnya.

Anggota Tim Sosialisasi 4 Pilar MPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Almuzammil Yusuf, menilai, ide menghapus pelajaran agama di sekolah adalah ide yang gegabah.

Ia menilai, pernyataan yang menyebut bahwa pendidikan agama di sekolah tidak diperlukan, adalah bertentangan dengan amanat konstitusi.

“(Itu) satu pendapat yang gegabah, salah fatal, berbahaya, sesat dan menyesatkan, karena jelas-jelas bertentangan dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, (dalam) Pancasila,” ujarnya, Jumat (05/07/2019).

Almuzammil meminta agar Darmono menarik pernyataannya terkait ide penghapusan pelajaran agama di sekolah.

“Pak Darmono hati-hati dengan pendapatnya, tarik pendapatnya, jangan gegabah, fatal sekali. Kita dukung pemerintah menjalankan perintah konstitusi pasal 31 ayat 3,” tegas Almuzammil.*

Sumber : Hidayatullah

Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 nasehatku.com. Designed by Nasehat Taujih