BREAKING NEWS

AL-HISBAH DARI KIFAYAH MENJADI FARDHU 'AIN DAN RUKUNNYA

Oleh Kholid Syamhudi. 

 Amar makruf nahi munkar dapat menjadi fardhu ‘ain, menurut kedua pendapat diatas, apabila :

Pertama. 
Ditugaskan oleh pemerintah.

Al Mawardi menyatakan, ”Sesungguhnya hukum amar makruf nahi munkar fardhu ‘ain dengan perintah penguasa“. (Al Mawardi, Al Ahkam Sulthaniyah, hal.391, dinukil dari Hakikat Amar Ma’ruf Nahi Munkar hal.50).




Kedua. 
Hanya dia yang mengetahui kema’rufan dan kemunkaran yang terjadi.

An Nawawiy berkata,
”Sesungguhnya amar makruf nahi munkar fardhu kifayah. Kemudian menjadi fardhu ‘ain, jika dia berada di tempat yang tidak mengetahuinya kecuali dia“. (An Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, 2/23).

Ketiga. 
Kemampuan amar makruf nahi munkar hanya dimiliki orang tertentu.

Jika kemampuan menegakkan amar makruf nahi munkar terbatas pada sejumlah orang tertentu saja, maka amar makruf nahi munkar menjadi fardhu ‘ain bagi mereka.

An Nawawi berkata,
”Terkadang amar makruf nahi munkar menjadi fardhu ‘ain, jika berada di tempat yang tidak mungkin menghilangkannya kecuali dia. Seperti seorang yang melihat istri atau anak atau budaknya berbuat kemunkaran atau tidak berbuat kema’rufan“. (An Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, 2/23).

Keempat. 
Perubahan keadaan dan kondisi.

Syeikh Abdul Aziz bin Baaz memandang amar makruf nahi munkar menjadi fardhu ‘ain dengan sebab perubahan kondisi dan keadaan, ketika beliau berkata, 
“Ketika sedikitnya para da’i. Banyaknya kemunkaran dan kebodohan yang merata, seperti keadaan kita sekarang ini, maka dakwah menjadi fardhu ‘ain atas setiap orang sesuai dengan kemampuannya“. (Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz, Ad Dakwah Ila Allah wa Akhlaqud Du’at, hal. 16).

 Melihat realitas Ummat Islam sekarang maka nampaknya amar ma’ruf nahi munkar menjadi kewajiban atas setiap orang. Hal ini tentunya membutuhkan pengorbanan dalam menegakkannya. Apalagi Islam yang paripurna ditetapkan Allah untuk kemaslahatan makhlukNya dan menghilangkan semua jenis kemudhoratan. Oleh karenanya dalam amar ma’ruf nahi munkar tidak mungkin lepas dari permasalahan maslahat dan mafsadat, yang tentunya didasarkan dengan timbangan syari’at bukan sekedar prasangka dan dugaan semata.

 Akan tetapi, fenomena yang ada sekarang ini banyak amar ma’ruf nahi munkar yang dilakukan tidak dengan prosedur syari’at, sehingga terjadi fitnah dan kemunkaran yang besar menimpa kaum muslimin. Lebih celaka lagi orang lemah dan tidak berdosapun ikut menanggung akibatnya. Demikianlah sunnatullah, jika timbul fitnah maka akan menimpa orang yang zhalim dan yang sholih, sebagaimana firman Allah :

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لاَتُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنكُمْ خَآصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan peliharalah dirimu dari pada fitnah yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS. 8:25).


 Tentunya hal ini tidak kita harapkan terjadi terus menerus. Namun kitapun tidak boleh apriori dan merasa tidak bertanggung jawab untuk beramar ma’ruf nahi munkar, lantas berdalih dengan kenyataan diatas untuk meninggalkan kewajiban yang mulia ini.

 Amar ma’ruf nahi munkar disyariatkan semata untuk kemaslahatan manusia, kemaslahatan bagi yang berbuat kemunkaran (untuk berhenti dari kemunkarannya), kemaslahatan bagi pelaku amar ma’ruf nahi munkar dan kemaslahatan bagi yang belum melakukannya. 
Rasulullah bersabda dalam hadits An Nu’man bin Basyir :

مَثَلُ الْمُدْهِنِ فِي حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا مَثَلُ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا سَفِينَةً فَصَارَ بَعْضُهُمْ فِي أَسْفَلِهَا وَصَارَ بَعْضُهُمْ فِي أَعْلاَهَا فَكَانَ الَّذِي فِي أَسْفَلِهَا يَمُرُّونَ بِالْمَاءِ عَلَى الَّذِينَ فِي أَعْلاَهَا فَتَأَذَّوْا بِهِ فَأَخَذَ فَأْسًا فَجَعَلَ يَنْقُرُ أَسْفَلَ السَّفِينَةِ فَأَتَوْهُ فَقَالُوا مَا لَكَ قَالَ تَأَذَّيْتُمْ بِي وَلاَ بُدَّ لِي مِنَ الْمَاءِ فَإِنْ أَخَذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَنْجَوْهُ وَنَجَّوْا أَنْفُسَهُمْ وَإِنْ تَرَكُوهُ أَهْلَكُوهُ وَأَهْلَكُوا أَنْفُسَهُمْ

Perumpamaan orang yang teguh menjalankan hukum Allah dan orang yang terjerumus didalamnya bagaikan satu kaum yang membagi tempat diatas perahu, sebagian mendapat tempat di bawah dan sebagian di atas. Orang yang di bawah memerlukan air melalui orang yang di atas, lalu hal itu mengganggu mereka. Kemudian (orang yang di bawah) mengambil kampak dan mulai melobangi perahu. Datanglah orang-orang yang di atas dan berkata:” kenapa berbuat demikian?” dia menjawab:”kalian terganggu oleh saya, padahal saya mesti mengambil air” jika mereka menahannya, maka mereka menyelamatkannya dan menyelamatkan diri mereka sendiri; dan jika membiarkannya maka mereka membinasakannya dan membinasakan diri mereka semua. (Riwayat Bukhori).

 Untuk itulah para Ulama mengerahkan segala kemampuannya untuk menggariskan kaidah amar ma’ruf nahi munkar. Garis besar penerapan yang dapat digunakan oleh kaum muslimin di setiap tempat dan waktu, sehingga amar ma’ruf nahi munkar menjadi rahmat bagi manusia.

Rukun Amar Makruf Nahi Munkar.

Amar ma’ruf nahi munkar memiliki empat rukun, yaitu:
1. Pelaku amar ma’ruf nahi munkar
2. Amalan kema’rufan dan kemunkaran
3. Orang yang meninggalkan kema’rufan dan pelaku kemunkaran (obyek amar ma’ruf nahi munkar)
4. Perbuatan amar ma’ruf nahi munkar itu sendiri.


Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 nasehatku.com. Designed by Nasehat Taujih