Dosa
Memutuskan Tali Silaturahmi
Terkikisnya budaya
silaturrahmi tidak bisa dipungkiri lagi. Silaturrahmi telah mengalami pengikisan
dan perubahan. Meskipun di desa-desa, masih banyak terjalin budaya silaturrahmi
namun di kota besar atau metropolitan, memutus silaturrahmi merupakan hal yang
biasa terjadi.
Dulu, silaturrahmi
terjalin dengan tulus dan sangat erat. Tidak jarang juga silaturrhami diiringi
dengan pelukan dan jabat tangan yang hangat antar sesama. Namun sekarang,
silaturrahmi umumya bertujuan untuk hal tertentu, misalkan mempererat hubungan
politik, kerjasama, atau ingin meminta sesuatu.
Fenomena pemutusan
silaturrhami yang kerap kali terdengar di tengah masyarakat bukanlah perbuatan
yang baik. Menjaga hubungan baik dengan sesama manusia merupakan anjuran dalam
agama islam. Tali silaturrahmi seharusnya terjalin dengan rapat dan erat.
Beberapa hal yang
berpotensi menyebabkan renggangnya hubungan sudah seharusnya diantisipasi dan
dicegah. Sebaliknya, memutuskan silaturrahmi dapat berdampak negatif bagi
sesama. Hal ini dapat megurangi rasa solidaritas dan mengundang laknat. Seperti
halnya firman Allah dalam Al-Qur’an surat Muhammad ayat 22-23 :
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَىٰ أَبْصَارَهُمْ
“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka”.
Dalam surat tersebut
disebutkan bahwa orang yang memutus silaturahmi akan dilaknat dan ditulika oleh
Allah, astagfirullah. Bahkan memutus silaturrahmi dengan sengaja
terancam tidak akan bisa masuk surga.
Hal ini sesuai dengan
hadist riwayat Bukhari 2984 dan Muslim 2556.
وَعَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – لَا يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ قَاطِعٌ – يَعْنِي: قَاطِعَ رَحِمٍ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari
Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda “Tidak akan masuk surga orang yang memutus
(silaturrahmi)”.
Kapan seseorang dianggap memutus silaturrahmi?
Silaturrahmi merupakan
perbuatan baik yang harus dijaga baik kepada mereka yang dekat maupun kepada
mereka yang dekat. Sedangkan memutus silaturrahmi merupakan perbuatan yang
dilaknat oleh Allah. Lalu, kapan silaturrahmi dikatakan putus?
1. Tidak saling
berkunjung
Dalam hal ini Imam Ibnu
Hajar al-Haitami berpendapat bahwa memutus silaturrahmi ditandai dengan
terputusnya kebiasaan baik yang biasa dilakukan sebelumnya kepada saudara dan
kerabat tanpa adanya udzur yang menghalangi. Misalkan saja, tidak saling
berkunjung untuk waktu yang cukup lama atau tidak pernah hadir dalam acara yang
diselenggarakan keluarga maupun kerabat.
2. Tidak ada senasib
dan sepenanggungan
Sebagai saudara, slogan
“senasib sepenanguungan” sudah seharusnya dirasakan bersama. Jika ada saudara
yang sedang bergembira, hendaknya ia juga bergembira. Namun, ia malah merasa
iri dan sibuk mencibir. Sebaliknya, jika ada saudara yang mengalami kemalangan,
ia malah mensyukuri dan bergembira diatas penderitaannya.
Padahal saudara harusnya diberi
dukungan dan bantuan saat terkena musibah. Namun saat silaturrahmi putus, ia
tidak lagi mengedepankan keluarga. Malah jika orang lain mengalami musibah, ia akan
menjadi ornag pertama yang membantu.
3. Egois dan tidak
mau mengalah
Ada juga orang yang mau
menjalin silaturrahmi namun dengan syarat jika keluarganya mau menyambung
silaturrahmi juga. Jika hal ini tidak terjadi maka ia tidak akan mau menjalin
silaturrahmi. (Sakinah/Sidoarjo)
Posting Komentar