BREAKING NEWS

Mencuri, Perbuatan Dosa dan Zalim


Mencuri, Perbuatan Dosa dan Zalim

Mencuri berarti mengambil sesuatu yang bukan haknya. Sesuatu yang diambil umumnya berupa barang dan diambil secara diam-diam tanpa diketahui oleh pemiliknya.

Secara hukum negara, mencuri adalah perbuatan yang dilaran dan pantas mendapat hukuman. Lalu bagaimana islam memandang kasus pencurian?

Dalam pandangan islam, mencuri merupakan perbuatan yang dilaknat oleh Allah dan tidak sesuai dengan rukun islam dan rukun iman. Bahkan Rasulullah menilai bahwa seorang pencuri dianggap telah hilang keimanannya.

Hal ini sesuai dengan hadist Bukhori no. 6810 dan Muslim no. 57-104:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَشْرَبُ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَالتَّوْبَةُ مَعْرُوضَةٌ بَعْدُ»


Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah beriman seorang pezina ketika ia sedang berzina. Tidaklah beriman seorang pencuri ketika ia sedang mencuri. Tidaklah beriman seorang peminum khamar ketika ia sedang meminum khamar. Namun taubat terbuka setelah itu”.

Mencuri: Zalim dan Laknat

Mencuri yang merupakan perbuatan yang dilaknat, juga merupakan perbuatan yang zalim. Padahal seorang muslim memiliki kedudukan dan hak yang istimewa di mata Allah. Oleh sebab itu, Allah melarang keras segala perbuatan yang zalim baik dalam hal kehormatan, jiwa, harta dan lain sebagainya.

Ketidaksukaan Allah terhadap perbuatan dzalim difirmankan dalam surat An-Nisa ayat 29:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu

 

Hukuman Bagi Seorang Pencuri

Mencuri dapat menyebabkan kerusakan dan kerugian dalam berbagai aspek. Oleh sebab itu, Allah menjatuhkan hukuman potong tangan bagi yang mencuri sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al-Maidah ayat 38:

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ


Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Namun tidak semua jenis pencurian terkena hukum potong tangan. Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan hukuman ini salah satunya ialah umur pencuri haruslah baligh dan juga berakal. Selain itu, harta yang dicuri harus sesuai nishab pencurian dan ada bukti dari dua orang saksi.
Hukum potong tangan tidak berlaku jika pencuri mencuri harta benda yang nilainya kecil dan tidak memenuhi nishab pencurian. Selain itu, barang yang dicuri juga bukan sesuatu yang disimpan oleh pemiliknya dalam tempat penyimpanan. Lalu apakah jika barang yang dicuri tidak memenuhi nisshab, apakah pencurinya dibebaskan dari hukuman?

Jawabannya adalah tidak, walau tidak dipotong tangan, pencuri akan tetap medapatkan ta’zirTa’zir ditentukan oleh lembaga hukum atau hakim yang menanganinya. Ta’zir bisa berupa hukum cambuk, penjara, bakti sosial atau lainnya.  

Bertaubat Dari Dosa Mencuri

Perbuatan mencuri merupakan perbuatan beroda besar yang dilarang keras oleh agama. Pencuri yang ingin bertaubat dianjurkan untuk mengembalikan barang yang telah dicuri dan meminta maaf kepada pemiliknya.

Hal ini sesuai dengan penuturan Ibnul Qayyim:

مَنْ قَبَضَ مَا لَيْسَ لَهُ قَبْضُهُ شَرْعًا، ثُمَّ أَرَادَ التَّخَلُّصَ مِنْهُ، فَإِنْ كَانَ الْمَقْبُوضُ قَدْ أُخِذَ بِغَيْرِ رِضَى صَاحِبِهِ، وَلَا اسْتَوْفَى عِوَضَهُ رَدَّهُ عَلَيْهِ. فَإِنْ تَعَذَّرَ رَدُّهُ عَلَيْهِ، قَضَى بِهِ دَيْنًا يَعْلَمُهُ عَلَيْهِ، فَإِنْ تَعَذَّرَ ذَلِكَ، رَدَّهُ إِلَى وَرَثَتِهِ، فَإِنْ تَعَذَّرَ ذَلِكَ، تَصَدَّقَ بِهِ عَنْهُ، فَإِنِ اخْتَارَ صَاحِبُ الْحَقِّ ثَوَابَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، كَانَ لَهُ. وَإِنْ أَبَى إِلَّا أَنْ يَأْخُذَ مِنْ حَسَنَاتِ الْقَابِضِ، اسْتَوْفَى مِنْهُ نَظِيرَ مَالِهِ، وَكَانَ ثَوَابُ الصَّدَقَةِ لِلْمُتَصَدِّقِ بِهَا

“Orang yang mengambil barang orang lain tanpa dibenarkan oleh syariat, kemudian ia ingin bertaubat, maka jika pemiliknya tidak ridha dan tidak mau menerima ganti rugi, barang tersebut wajib dikembalikan. Jika sudah tidak bisa dikembalikan, maka menjadi beban hutang yang wajib diberitahukan kepada pemiliknya. Jika tidak bisa ditunaikan kepada pemiliknya, maka wajib ditunaikan kepada ahli warisnya. Jika tidak bisa pula, maka disedekahkan atas nama pemiliknya” (Zaadul Ma’ad, 5/690).

Jika pencuri tersebut belum bertaubat sebelum ia meninggal, maka ia akan dituntut dan diqishas pada hari kiamat dengan keji.

Oleh sebab itu, haram hukumnya bagi seorang muslim untuk megambil sesuatu yang bukan haknya dan merugikan orang lain. Sebab, mencuri dapat menyulut api peperangan, dendam bahkan pertumpahan darah. Oleh sebab itu, islam dengan tegas memberikan hukuman untuk memberi efek jera bagi pelaku mencuri. (Sakinah/Sidoarjo)

Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 nasehatku.com. Designed by Nasehat Taujih