BREAKING NEWS

MASIH TAKUT DENGAN BULAN MUHARRAM ?! BACA INI

Bulan Muharram dikenal dengan sebutan bulan Suro, bulan yang dianggap sakral dan penuh mistik di kalangan sebagian orang. Khususnya masyarakat Jawa yang menganggapnya sebagai bulan keramat. Hal ini dikarenakan pada bulan sakral muncul berbagai keyakinan yang keliru, bahkan menjurus pada perbuatan syirik.

Ada tanggal-tanggal tertentu bagi mereka untuk menghentikan aktivitas–aktivitas yang bersifat hajatan besar sebab hari itu mereka anggap sebagai hari naas atau sial. Budaya ini sudah mengakar dan menjadi acuan sebagai warisan nenek moyang. 

Hal ini terjadi karena pengaruh asimilasi budaya Hindu dan Islam yang ketika berbaur memunculkan isme baru yaitu paham kejawen.

Pada zaman Jahiliyah juga ada keyakinan yang sedemikian rupa. Pada saat itu masyarakat pada zaman Jahiliyah takut menikah atau menikahkan pada bulan Syawal. Masyarakat berkeyakinan, akan mendapat kesialan apabila melangsungkan akad pernikahan pada bulan tersebut.

Dalam keyakinan masyarakat Jawa, bulan Suro adalah bulannya priyayi. Suro menjadi waktu untuk memandikan benda-benda pusaka dan melaksanakan berbagai ritual sakral kejawen sehingga ada beberapa pantangan yang tidak boleh dilakukan masyarakat Jawa di bulan ini. Misalnya, tidak boleh mengadakan pernikahan, menunda pindah rumah, dan dilarang mengadakan pesta hajatan.

Bahkan, banyak yang menyampaikan alasan yang tidak masuk akal. Misalnya, pada bulan Suro penguasa Laut Selatan, Nyi Roro Kidul, melangsungkan hajat pernikahan. Keyakinan turun-temurun itulah yang membuat orang-orang enggan melangsungkan hajat di bulan Muharram. 

Namun sebenarnya, dalam islam, Muharram adalah bulan yang mulia. Dalam surat At-Taubah [9]:36, Allah berfirman, 

"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci) ...."


Anggapan adanya kesialan pada bulan Muharram sering dijadikan ketakutan masyarakat untuk melangsungkan pernikahan atau hajat besar. Anggapan seperti ini merupakan perkara bathil dan termasuk thiyarah atau tathayyur, yaitu anggapan sial karena melihat atau mendengar sesuatu, ataupun karena sesuatu yang sudah mengakar di kalangan masyarakat.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga telah menjelaskannya sebagai bagian dari perbuatan syirik dalam hadits riwayat Muttafaq 'Alaih:

 

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ

 

“Tidak ada penyakit menular dan tidak ada ramalan nasib sial.”

Lebih lanjut lagi, dalam sebuah hadist riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan Al-Hakim menjelaskan:

 

الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ

 

“Ramalan nasib adalah syirik, ramalan nasib adalah syirik (sebanyak tiga kali).”

Dalam satu tahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqaidah, Dzulhijah, dan Muharram satu bulan lagi adalah Rajab.

Sehingga jelaslah jika kedudukan bulan Muharram sangat mulia. Terlebih, pernikahan sebagai wujud sunnah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Sebuah ikatan yang bisa mengubah haram menjadi halal dan berpahala serta akan mendapatkan ridha dari Allah. Tentu menikah di bulan Muharram pahalanya justru akan lebih berlimpah. 

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda dalam hadist riwayat Ahmad:

 

مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ

 

“Siapa yang mengurungkan niatnya karena thiyarah, maka ia telah berbuat syirik.”


Pada bulan Muharram disyariatkan untuk melaksanakan puasa Asyura yang ganjarannya sangat besar. Ganjaran puasa Asyura bisa menghapus dosa satu tahun yang sudah lewat.

"Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara, shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam." (HR Muslim).

Melihat kaum Yahudi berpuasa pada tanggal 10 Muharram, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam merasa umat Muslim harus lebih bersyukur atas diselamatkannya Nabi Musa alaihisalam. Pernikahan sebagai sebuah ibadah dan bentuk niat baik seharusnya tidak dibatasi oleh waktu. Karena ingatlah bahwa mengatakan satu waktu atau bulan tertentu adalah bulan penuh musibah dan penuh kesialan, itu sama saja dengan mencela waktu.

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Beranggapan sial termasuk kesyirikan, beranggapan sial termasuk kesyirikan. (Beliau menyebutnya tiga kali, lalu beliau bersabda). Tidak ada di antara kita yang selamat dari beranggapan sial. Menghilangkan anggapan sial tersebut adalah dengan bertawakkal.” 

Hanya Allah yang memberikan taufik dan hidayah.

Semoga kita semua dijauhkan dari khurofat-khurofat dan kesyirikan yang dapat melunturkan keimanan kita. (Sakinah-Sidoarjo)

 

Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 nasehatku.com. Designed by Nasehat Taujih