Namun,
pada era modern saat ini, apalagi di tengah krisis yang melanda, sebidang tanah
mampu untuk memecah belah umat muslim serta menimbulkan pertikaian. Dengan cara
yang halal ataupun haram, banyak orang berlomba-lomba untuk memiliki tanah
hanya demi kepentingan pribadi.
Perhatikan
saja berapa banyak kasus yang terjadi karena memperebutkan warisan. Pernahkan
Anda mendengar, bahkan melihat seseorang yang menggeser tanda batas tanah,
mencangkul batas tanah atau hal lain yang sifatnya menguntungkan diri sendiri.
Hal
inilah yang dimaksud dengan merubah batas tanah. Oleh karena itu, seseorang
yang dengan sengaja merubah batas tanah akan diberikan hukuman dan dosa yang
keji dari Allah.
Hukum Merubah Batas Tanah
Di
zaman yang serba sarat dengan uang, banyak manusia rakus yang ingin memiliki
apa yang dimiliki oleh orang lain tanpa peduli saudara, kerabat, tetangga,
bahkan orang tua sendiri. Ketika hawa nafsu sudah dikelabuhi oleh setan, tanpa
pikir panjang, berlaku curang dalam merubah batas tanah adalah hal yang biasa.
Padahal,
di dalam islam, perkara tanah memiliki amanah yang berat. Dari Syaikh Sallem
dalam Syarah Riyadus Shalihin, Jilid Hal. 552 berkata:
“Barangsiapa
memiliki tanah, maka berarti dia memilikinya dari bawah sampai atas. Dan dia
berhak melarang orang yang menggali bagian yang berada di bawah tanahnya, baik
berupa lubang ataupun sumur tanpa meminta izin dan persetujuan darinya. Dan dia
juga merupakan pemilik tambang dan barang-barang berharga dibawahnya. Dia boleh
memperdalam lubang di dalam tanahnya sekehendak hatinya selama tidak
membahayakan orang lain yang bertetangga dengannya.”
Hadist
tersebut mengatakan bahwa orang yang memiliki tanah juga akan memiliki bagian
bawah tanahnya sampai dengan tujuh lapis bumi. Sehingga pemilik tanah tersebut
boleh melakukan apapun yang dikehendakinya.
Bahkan,
jika ada orang yang ingin membuat lubang di dalam tanahnya, harus ijin dulu
kepada pemiliknya. Seseorang yang dengan sengaja dan tanpa ijin membuat lubang
sekecil apapun, walaupun ia adalah tetangga, tidaklah dibenarkan.
Sebagaimana
juga dengan ruang udara di atas tanah sampai ke langit adalah milik pemilik
tanah. sehingga tidak dibenarkan jika ada seseorang yang ingin membangun atap
di atas tanah tanpa seizin pemiliknya.
Hal
ini sesuai dengan sabda Rasulullah dalam hadist riwayat Ya’la bin Murrah
Rodhiyalllohu ‘anhu:
أَيُّمَا رَجُلٍ ظَلَمَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ كَلَّهُ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ أَنْ يَحْفِرَهُ حَتَّى يَبْلُغَ آخِرَ سَبْعِ أَرَضِيْنَ, ثُمَّ يُطَوِّقَهُ إَلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَقْضَى بَيْنَ النَّاسِ
“Siapa
saja orang yang menzhalimi (dengan) mengambil sejengkal tanah (orang lain), niscaya
Allah akan membebaninya hingga hari kiamat dari tujuh lapis bumi, lalu Allah
akan mengalungkannya (di lehernya) pada hari kiamat sampai seluruh manusia
diadili.”
Lebih
lanjut dalam hadist riwayat Ibnu Tsabit Rodhiyallahu ‘anhu berkata: aku
mendengar Rasulullah bersabda:
مَنْ أَخَذَ اَرْضًا بِغَيْرِ حَقِّهَا كُلِّفَ أَنْ يَحْمِلَ تُرَابَهَا إِلَى الْمَحْشَرِ
“Barangsiapa
yang mengambil tanah tanpa ada haknya, maka dia akan dibebani dengan membawa
tanahnya (yang dia rampas) sampai ke padang mahsyar.”
Kedua
hadist tersebut menjelaskan bahwa seseorang yang mengambil tanah dengan cara
yang tidak baik (dzolim) maka kelak Allah akan memaksanya mengalungkan tujuh
lapis tanah kepada tubuhnya hingga pengadilan di antara manusia selesai.
Oleh
sebab itu, merampas tanah merupakan dosa yang besar yang harus dihindari
walaupun hanya sedikit, sesempit apapun dan seluas apapun, tidak dibenarkan
bagi umat muslim untuk melakukannya.
Kesimpulan
Merubah
batas tanah meripakan perbuatan dzalim yang tidak sedikit dilakukan oleh
masyarakat, dari kalangan manapun. Perbuatan seperti ini banyak dianggap sepele
oleh sebagian orang. Bahkan masyarakat menganggap jika hal ini merupakan
perkara yang lumrah terjadi di kalangan masyarakat.
Padahal
mengubah batas tanah sama saja dengan merampas harta milik orang lain. Merampas
harta milik orang lain termasuk dosa yang besar dan dilaknat oleh Allah. Pelakunya
diancam dengan hukuman dan adzab yang keji di akhirat nanti. (Sakinah-Sidoarjo)
Posting Komentar