Apakah penyebaran hoax termasuk tindak pidana? Lalu bisakah UU ITE menjadi dasar hukum untuk menghukum pelaku penyebaran hoax ini?
Definisi
Definisi hoax/hoaks menurut Lexico Oxford Dictionary yaitu:
A humorous or malicious deception.
Sedangkan hoaks menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai informasi bohong.
Apakah Hoax Merupakan Tindak Pidana?
Istilah hoax/hoaks tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Tetapi ada beberapa peraturan yang mengatur mengenai berita hoax atau berita bohong ini. Berikut penjelasannya:
Pertama, Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) melarang:
Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Jika melanggar ketentuan di atas pelaku dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Jika dicermati lagi, UU ITE pasal di atas sebenarnya mengatur mengenai hoax (berita bohong) yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Bahkan melalui pedoman implementasi pasal-pasal UU ITE pun dijelaskan mengenai Pasal 28 ayat (1) UU ITE, yaitu sebagai berikut:
- Delik pidana dalam pasal ini bukan merupakan pemidanaan terhadap perbuatan menyebarkan berita bohong (hoaks) secara umum, melainkan perbuatan menyebarkan berita bohohng dalam konteks transaksi elektronik seperti perdagangan daring;
- Berita atau informasi bohong dikirimkan atau diunggah melalui layanan aplikasi pesan, penyiaran daring, situs/media sosial, lokapasar (market place), iklan, dan/atau layanan transaksi lainnya melalui sistem elektronik;
- Pasal ini merupakan delik materiil, sehingga kerugian konsumen sebagai akibat berita bohong harus dihitung dan ditentukan nilainya;
- Definisi “konsumen” pada pasal ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Lalu apa dasar hukum yang bisa menjerat penyebar berita bohong yang tidak mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik?
Menurut hemat kami, berita bohong yang disebarkan melalui media elektronik (sosial media) yang bukan bertujuan untuk menyesatkan konsumen, dapat dipidana menurut UU ITE tergantung dari muatan konten yang disebarkan seperti:
- Jika berita bohong bermuatan kesusilaan maka dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UU ITE;
- Jika bermuatan perjudian maka dapat dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (2) UU ITE;
- Jika bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE;
- Jika bermuatan pemerasan dan/atau pengancaman dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (4) UU ITE;
- Jika bermuatan menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA dipidana berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU ITE;
- Jika bermuatan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dipidana berdasarkan Pasal 29 UU ITE.
Kedua, Pasal 390 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) juga mengatur hal yang serupa walaupun dengan rumusan yang sedikit berbeda yaitu digunakannya frasa “menyiarkan kabar bohong”. Pasal 390 KUHP berbunyi sebagai berikut:
Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menurunkan atau menaikkan harga barang dagangan, fonds atau surat berharga uang dengan menyiarkan kabar bohong, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan.
Menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 269), terdakwa hanya dapat dihukum dengan Pasal 390 KUHP, apabila ternyata bahwa kabar yang disiarkan itu adalah kabar bohong. Yang dipandang sebagai kabar bohong, tidak saja memberitahukan suatu kabar yang kosong, akan tetapi juga menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian.
Ketiga, Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (“UU 1/1946”) juga mengatur mengenai berita bohong yakni:
Pasal 14
- Barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
- Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Pasal 15
- Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, hoax atau menyebarkan berita bohong adalah sebuah tindak pidana. Ada beberapa aturan yang mengatur mengenai hal ini yaitu: UU ITE dan perubahannya, KUHP serta UU 1/1946. UU ITE bukanlah satu-satunya dasar hukum yang dapat dipakai untuk menjerat orang yang menyebarkan hoax atau berita bohong ini karena UU ITE hanya mengatur penyebaran berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik saja.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
- Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 229, 154, KB/2/VI/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sumber : hukumonline.com
Posting Komentar